Bulan
Ramadan menyimpan segudang berkah dan amalan. Umat Islam yang merayakan
kesucian bulan ini tentu menempatkannya di salah satu relung hati
terdalam, dan akan merindu kembali pada saatnya tiba di tahun depan.
Mereka yang teguh iman, berlomba-lomba mencari rida Ilahi dalam
beribadah. Seperti beramal, bersedekah, memperbanyak salat sunat,
beritikaf di masjid, membaca Alquran, dan aktivitas penuh pahala
lainnya.
Kedudukan bulan Ramadan memang tak sebanding dengan bulan-bulan lain.
Pada bulan ini semua umat Islam yang beriman maupun belum sepenuhnya
beriman akan berpuasa. Sabar dalam puasa diperlihatkan dalam kehidupan
sehari-hari. Umat Islam yang menjalankan ibadah puasa akan memiliki cara
tersendiri menyikapi masalah hidup. Dalam perlombaan ini pun ada yang
menang dan ada pula yang kalah. Namun tahukah Anda bahwa wanita memiliki
banyak kartu kemenangan selama bulan Ramadan?
Wanita dan bulan Ramadan tidak bisa dipisahkan begitu saja. Begitu
pentingnya kedudukan wanita di dalam bulan puasa. Tanpa wanita, kita
yang pria bukanlah siapa-siapa, bahkan mungkin tak akan sampai tuntas
menjalankan ibadah puasa sampai 29 atau 30 hari ke depan. Kedudukan
wanita di dalam bulan Ramadan begitu tinggi di mata saya sebagai seorang
pria. Apa-apa itu dilimpahkan kepada wanita. Rasanya, tidak ada waktu
bagi wanita untuk benar-benar istirahat.
Wanita akan melakukan dua hal penting selama bulan puasa, yaitu
menyiapkan menu berbuka dan sahur. Soal kesibukan tentu wanita hampir
sama dengan pria, bahkan ada sebagian wanita yang memiliki peranan lebih
besar daripada pria. Wanita pekerja misalnya, selain bekerja dia juga
harus menyiapkan dua hal ini selama bulan puasa.
Wanita dan menu berbuka saling terkait sampai tuntas puasa nanti.
Setelahnya seorang wanita pasti akan membuat menu sahur untuk anak dan
suami. Anak yang puasa ingin makan ini, suami ingin makan itu. Tidak
selamanya menu makanan yang dijual dengan mudah di pinggir jalan menarik
minat suami dan anak-anak. Wanita sebagai istri tentu lebih paham menu
makanan yang disukai oleh suami dan anak-anaknya.
Saat wanita menyiapkan menu berbuka, biasanya suami dan anak lebih
banyak menghabiskan waktu untuk bersantai. Namun waktu berbuka tetap
saja sama, tidak ada kemudahan wanita harus buka lebih cepat karena
telah menyiapkan menu terlezat untuk keluarga. Usai tarawih, wanita
tertidur lebih cepat, karena terbangunnya seorang wanita di dalam sebuah
keluarga maka itu tandanya sahur di rumah itu dimulai. Wanita mau tidak
mau juga menjadi pengingat waktu untuk membangunkan seluruh anggota
keluarga untuk makan sahur.
Tugas lebih berat dari seorang wanita di saat sahur adalah menyiapkan
makanan untuk anak dan suami. Ada anak yang enggan makan makanan
dingin. Ada suami yang mesti dibuatkan kopi. Ada anak yang ingin makan
menu baru dan hangat. Ada suami yang minta semua makanan dipanaskan
terlebih dahulu. Wanita akan bangun lebih cepat saat sahur, menyiapkan
menu seorang diri baru kemudian membangunkan seluruh anggota
keluarganya.
Saat seluruh keluarga tidur kembali usai sahur, atau melakukan
aktivitas ringan, wanita sudah dihadapkan dengan piring kotor yang
menumpuk. Azan di masjid pertanda subuh, wanita baru selesai mencuci
piring dan menempatkannya di rak dengan rapi. Matahari telah fajar,
wanita harus bergegas mandi dan bekerja jika ia seorang pekerja.
Rutinitas ini kemudian berlanjut terus tanpa memprotes, atau bahkan
tanpa meminta imbalan kepada suami. Apakah wanita mengeluh? Tidak.
Wanita tetap tampil bersahaja dan anggun. Mereka akan tersenyum penuh
keikhlasan. Mereka bahkan menanti-nanti Ramadan kembali tiba.
Sumber: VIVA.co.id (Tulisan ini dikirim oleh Bairuindra)